Paus Fransiskus berperan penting dalam pemulihan hubungan AS-Kuba
19/12/2014
Paus Fransiskus berperan penting dalam pemulihan hubungan AS-Kuba dan
telah membuat dia sebagai seorang yang berpengaruh di panggung global.
Ketika dunia mencerna berita-berita tentang perbaikan hubungan
bersejarah kedua negara kapitalis dan komunis itu, terungkap bahwa
Vatikan memiliki peranan sentral dalam menyatukan kedua negara itu yang
saling permusuhan yang membawa planet ini ke jurang perang nuklir.
Keberhasilan tersebut mencerminkan bahwa, hampir 18 bulan setelah ia
terpilih menjadi pemimpin bagi 1,2 miliar umat Katolik, Paus Fransiskus
telah memberikan Vatikan dengan diplomasi tingkat tinggi sejak Paus
Yohanes Paulus II dilihat sebagai pemain kunci meruntuhkan Tembok Berlin
dan komunisme di Eropa Timur.
Sambil memberikan ucapan selamat kepada Barack Obama dan Raul Castro
dari Kuba yang mengambil langkah besar menuju normalisasi hubungan,
Paus Fransiskus mengungkapkan bahwa ia telah menawarkan kantornya pada
Oktober untuk “memfasilitasi dialog yang konstruktif mengenai hal-hal
khusus sehingga solusi yang dapat diterima kedua belah pihak.”
Menggarisbawahi sejauh mana diplomasi Vatikan telah memberikan
dorongan baru di bawah Paus Fransiskus, pernyataan mengatakan Bapa Suci
akan terus mendukung pembukaan babak baru dalam hubungan di antara
AS-Kuba.
Sebagai orang Amerika Latin dan sebagai seorang yang vokal
mengkritisi kapitalisme, Paus Fransiskus dianggap oleh Kuba sebagai
orang yang mereka anggap bisa melakukan bisnis bersama.
Tapi, dia juga mendapat kredibilitas dari AS berkat keterlibatan
panjang Vatikan dalam upaya untuk mempromosikan demokrasi di Kuba,
sebuah pulau mayoritas Katolik meskipun dikelola oleh komunis sejak
tahun 1959.
Kunjungan Paus Yohanes Paulus II tahun 1998 dan Paus Benediktus XVI
tahun 2012 dipandang selain sebagai tonggak dalam pemulihan hubungan
antara Vatikan dan rezim komunis itu, tetapi juga peristiwa penting
dalam hal menunjukkan kepada dunia bahwa rezim Kuba terbuka terhadap
perubahan.
Dengan sentuhan populer dan niat baik untuk mengambil sikap atas
isu-isu seperti pembangunan, eksploitasi, imigrasi dan ketidakadilan
sosial, Paus Fransiskus telah menjadi seorang yang harus didengar oleh
para pemimpin lain dunia.
Hal itu telah tercermin dari serangkaian kunjungan para kepala negara
dan pemerintahan ke Vatikan dengan harapan bahwa kekuatan karisma dan
inspirasi Paus Frasiskus bisa membantu mereka.
Intervensi di panggung diplomatik yang dipimpin oleh Pietro Kardinal
Parolin dari Italia, seorang diplomat veteran Vatikan yang tahun ini
dikirim ke Venezuela untuk bertindak sebagai perantara selama ketegangan
antara pemerintah dan oposisi di negara Amerika Selatan itu.
Gaya Paus Fransiskus berbeda dengan Paus Yohanes Paulus II dengan
diplomasi politiknya yang lebih terang-terangan dan menunjukkan sikap
permusuhan terkait prinsip-prinsip dan praktek komunisme di tanah airnya
dan Soviet.
Paus Fransiskus suka menunjukkan diri sebagai seorang imam yang
rendah hati, terus-menerus menekankan alasan pastoral daripada politik.
Dia menunjukkan perannya dalam politik internasional sebagai seorang
fasilitator, seseorang yang dapat mengambil sikap moral yang kuat dalam
situasi tertentu, memprakarsai dialog dan kemudian menarik diri,
meninggalkan pihak-pihak yang berkonflik untuk membuat langkah yang
diperlukan untuk perdamaian sendiri.
Pada Mei lalu ia membuat berita utama dengan berdoa di tembok ratapan
antara Israel dan Palestina dalam apa yang dinilai sebagai sikap
provokatif, namun ia bermaksud agar kedua pihak yang terlibat konflik
untuk merefleksikan posisi mereka masing-masing dan melakukan dialog
damai.
Dia kemudian mengundang pemimpin Israel Shimon Peres dan pemimpin
Palestina Mahmud Abbas untuk doa bersama di Vatikan, sambil menekankan
perundingan damai.
Didukung oleh keberhasilannya di Kuba, inisiatif berani di bidang lain sekarang mungkin menyusul.
Sumber: ucanews.com/AFP
0 comments:
Post a Comment