MENGENAL MARIA
SEBAGAI MITRA KERJA ALLAH
Kamis, 09 Oktober 2014
________________________________
Dalam bahan
katekese (BKMM=Bahan Katekese Mengenal Maria beberapa hari lalu kita telah
membicarakan dan merenungkan Bunda Maria sebagai Bunda Allah, Bunda yang
dikandung tanpa noda dosa dan Bunda yang tetap perawan sekalipun telah
melahirkan Yesus putranya.Hari ini kita ingin melihat bagaimana Maria menjalankan
tugas kemitraannya dengan Allah dan buah yang diterimanya sesudah menyelesaikan
tugas kemitraan.
Mitra Kerja Allah
Meskipun
singkat Kitab Suci (Injil) mencatat bahwa peran Bunda Maria sebagai mitra kerja
Allah dimulai ketika ia mendengar kabar Malaikat;” Sesungguhnya engkau akan
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau
menamai Dia Yesus.” (Lk. 1 : 31) Sekalipun Bunda Maria sulit menerima kabar itu
- karena Maria belum bersuami -, namun ia tidak menolaknya dan dengan rendah
hati justru berkata “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; Jadilah padaku menurut
perkataanmu itu”.(Lk.1:36) Inilah kesediaan Bunda Maria untuk terlibat dalam
rencana Allah, siap bekerjasama dengan Allah menjadi Bunda-Nya.
Kerjasama
Bunda Maria dengan Allah itu kemudian dilanjutkan dengan keterlibatannya melahirkan
Yesus (Luk. 2: 18-25), mengasuh dan membesarkan-Nya. (Luk. 2 :51) Bahkan keterlibatan
itu juga ditunjukkan oleh Bunda Maria dengan memberikan perhatian kepada mereka
yang berada dalam kesulitan.(Yoh.2:3,5) Keterlibatan Maria terus berlanjut
hingga akhirnya sampai di kaki salib
Putra-Nya. Inilah suatu kesetiaan Bunda Maria dalam menyertai Putranya.
(Yoh.19:25) Maka Yesus memuji Bunda Maria sebagai orang yang melakukan kehendak
Allah dan dipilih Allah menjadi ibu penyelamat. (Mrk.3: 33 - 35; Mat.12:46-50;Luk.8:19-21).
Atas keterlibatan
Bunda Maria sebagai mitra kerja Allah, Konsili Vatikan II mengajarkan kepada
kita bahwa “ Berdasarkan rencana penyelenggaran ilahi ia (Maria) di dunia ini
menjadi Bunda Penebus ilahi yang mulia secara istimewa mendampingi-Nya dengan
murah hati dan menjadi hamba Tuhan yang rendah hati. Dengan mengandung Kristus,
melahirkan-Nya, membesarkan-Nya, menghadapkan-Nya kepada Bapa di kenisah,
serta dengan ikut menderita dengan Putranya yang wafat di kayu salib, ia secara
sungguh istimewa bekerjasama dengan karya Juru Selamat, dengan ketaatannya,
iman, pengharapan serta cinta kasihnya yang berkobar, untuk membaharui hidup
adikodrati jiwa-jiwa.Oleh karena itu dalam tata rahmat ia (Maria) menjadi Bunda
kita” (Lumen Gentium 61)
Gelar Kehormatan
Keterlibatan
Bunda Maria dalam karya penebusan membawa serta gelar kehormatan yang
diterimanya. Para Bapa Gereja menyebut Maria sebagai Hawa Baru yang membawa
kehidupan. Dalam tradisi suci gelar kehormatan itu dinyatakan oleh St. Yustinus
Martir (155) dengan membandingkan Hawa yang jatuh dosa karena percaya kepada perkataan
ular sehingga membawa dosa dan maut, dengan Perawan Maria membawa kehidupan dan
suka cita karena percaya kepada perkataan Malaekat Gabriel. Demikian juga St.
Irenacus (180): “ Ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa
yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria. St.
Ambrosius (397): “ Kejahatan didatangkan oleh perempuan (Hawa), maka kebaikan
juga harus didatangkan oleh Perempuan (Maria), sebab oleh karena Hawa kita
jatuh, namun karena Maria kita berdiri, karena Hawa kita menjadi budak dosa, namun
oleh Maria kita dibebaskan. Hawa menyebabkan kita dihukum oleh buah pohon
(pohon pengetahuan) sedangkan Maria membawa kepada kita pengampunan dengan
rahmat Pohon yang lain (yaitu Salib Yesus), sebab Kristus tergantung di Pohon
itu seperti buahnya..” “Mari mempercayakan diri kita dengan segala kasih jiwa
kita kepada perantaraan Bunda Maria: mari kita, dengan seluruh kekuatan kita
memohon perlindungannya… (St.Amrose Autpert (778)
Terhadap ajaran para Bapa Gereja bahwa Maria adalah
Hawa baru, Konsili Vatikan II menyatakan “ Dengan sepenuh hati yang tak
terhambat oleh dosa mana pun ia (Maria) memeluk kehendak Allah yang menyelamatkan,
dan membaktikan diri seutuhnya sebagai hamba Tuhan kepada pribadi serta karya
Putera-Nya untuk di bawah Dia dan beserta Dia, berkat rahmat Allah yang
mahakuasa mengabdikan diri kepada misteri penebusan. Maka memang tepatlah
pandangan para Bapa Suci bahwa Maria tidak secara pasif belaka digunakan Allah,
melainkan bekerjasama dengan penyelamatan umat manusia dengan iman serta
kepatuhannya yang bebas. Sebab seperti dikatakan oleh S. Ireneus :”Ikatan yang
disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diurai karena ketaatan Maria: apa yang
diikat oleh Perawan Hawa karena tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan
Maria karena imannya (Lumen Gentius 56)
Disamping
para Bapa Gereja mengajarkan kepada kita bahwa Maria adalah Hawa Baru mereka
juga mengajarkan bahwa Maria adalah pengantara segala rahmat. “Kristus adalah
Sang Sumber… Namun demikian seperti diajarkan oleh St. Bernardus, Maria adalah
salurannya, atau ia adalah leher yang menghubungkan Tubuh dengan Kepalanya dan
yang menyalurkan kuasa dan kekuatan dari
Kepala kepada Tubuh. Sebab Maria adalah leher dari Kepala kita, yang
melaluinya semua karunia-karunia rohani diteruskan dari KepalaNya”(dikutip dari
St. Bernardus oleh St. Pius X -1903-1914). Ajaran ini sekalipun belum
dirumuskan secara iman (de fide) namun sudah banyak juga diajarkan oleh para Bapa Paus seperti
misalnya Paus Leo XIII (1891) yang mengatakan “Dari semua harta rahmat yang
telah diberikan Allah, tak ada yang menurut kehendak Tuhan, datang kepada kita
kecuali melalui Maria” “Maria adalah “pembagi” (dispenser) semua rahmat yang
telah diperoleh dari Kristus bagi kita oleh kematian dan darah-Nya” (Paus Pius
X - 1903) “Semua karunia… diberikan melalui tangan Bunda Maria. Maria adalah
“mediatrix semua rahmat” ( Paus Benedict XV ( 1919).
Berkaitan
dengan tradisi suci yang menyebut Maria sebagai Pengantara segala rahmat,
Konsili Vatikan II mengatakan “ Keibuan Maria dalam tatanan rahmat ini dengan
persetujuannya yang ia berikan di dalam iman pada saat menerima kabar gembira
dari malaekat dan yang dipertahankan tanpa goyah di kaki salib-Nya, dan
berakhir sampai penggenapan kekal dari semua orang terpilih. Setelah diangkat
ke surga, ia tidak mengesampingkan tugas penyelamatan, tetapi dengan doa safaatnya
yang tak terputuskan terus menerus membawa bagi kita karunia-karunia keselamatan
kekal. Dengan cinta kasih keibuannya ia memperhatikan saudara-saudara
Putranya, yang masih dalam peziarahan dan menghadapi bahaya-bahaya serta
kesukaran-kesukaran, sampai mereka mencapai tanah air surgawi yang penuh
kebahagiaan. Oleh karena itu dalam Gereja Santa Perawan Maria disapa dengan
gelar Pembela, Pembantu, Penolong, Perantara”. (Lumen Gentius 62)
Buah Kerjasama Bunda Maria
Sesungguhnya keterlibatan Maria sebagai mitra kerjasama
Allah dengan perannya sebagai Bunda
Allah, tidak hanya menorehkan gelar kehormatan, sebagai Hawa Baru dan sebagai Pengantara
segala rahmat, pun pula sebagai Perawan yang dikandung tanpa noda dosa melainkan
juga menghasilkan buah-buah yang membawa kebahagiaan bagi Maria setelah ia
menyelesaikan tugasnya. Kitab Suci mencatat:“Sesungguhnya mulai dari sekarang
segala keturunan akan menyebut aku berbahagia karena Yang Mahakuasa telah
melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus” (Lk.
1:48-49) Sekalipun kebahagiaan itu diperoleh Maria namun kebahagiaan itu tak lepas
dari penderitaan yang ia alami demikesatuannya dengan Kristus Putranya.
Persatuan inilah yang membuatnya Maria
menjadi kudus dan bahagia diantara segala ciptaan. Paus Yohanes Paulus II mengajarkan
kepada kita bahwa Maria telah menjaga kesatuannya dengan Putranya sampai
di kayu salib-Nya dengan iman yang sama
saat ia menerima kabar gembira dari malaekat. Maka dengan iman ini Maria
bersatu secara sempurna dengan Kristus. Persatuan Bunda Maria dengan Kristus
ini tidak hanya terjadi pada saat mereka hidup, namun juga dalam kematiannya
dan seterusnya dalam kehidupan kekal.
Berkat
kekudusan atau persatuannya dengan Kristus itu Bunda Maria kemudian diangkat ke
surga oleh Kristus pada akhir hidupnya. Para Bapa Gereja mengamini dan mengimani
itu “ Adalah layak.. bahwa tubuh Bunda Maria yang tersuci, tubuh yang
melahirkan Tuhan, yang menerima Tuhan, menjadi ilahi, tidak rusak, diterangi
rahmat ilahi dan kemuliaan yang penuh.. agar hidup di dunia untuk sementara dan
diangkat ke surga dengan kemuliaan, dengan jiwanya yang menyenangkan. (
Theoteknos dari Livias – 600) Paus Pius XII dalam Konstitusi Apostoliknya yaitu
Munifi-centissimus Deusyang diumumkan
1 Nopember 1950 mengajarkan bahwa Maria Bunda yang tak bernoda dan tetap
Perawan Bunda Allah, setelah selesai hidupnya di dunia diangkat tubuh dan
jiwanya tanpa mengalami kematian. Dalam liturgi suci keyakinan itu dilestarikan
sebagai Hari Raya Maria Diangkat ke Surga.
Semua buah-buah
itu terjadi karena rahmat kasih karunia Tuhan yang merupakan penggenapan janji
Allah yang sesugguhnya bukan hanya diperuntukkan bagi Bunda Maria sendiri,
tetapi bagi kita semua anggota Gereja-Nya pada waktu yang ditentukan Allah.
Oleh karena itu Bunda Maria diangkat menjadi Bunda Gereja, Bunda kita semua
seperti dikatakan St. Agustinus :“Maria
adalah sungguh ibu dari anggota-anggota Kristus yaitu kita semua. Sebab oleh
karya kasihnya umat manusia telah dilahirkan di Gereja yaitu umat beriman yang
adalah tubuh dari Sang Kepala, yang telah dilahirkan ketika Ia menjelma menjadi
manusia”. Konsili Vatikan II mengajarkan “ Berkat rahmat Allah Maria diangkat
di bawah Puteranya, di atas semua malaekat dan manusia, sebagai Bunda Allah
yang tersuci yang hadir pada misteri-misteri Kristus; dan tepatlah bahwa ia
dihormati oleh Gereja dengan penghormatan istimewa (Lumen Gentius 66)
Akhirnya
buah kemitraan Maria dengan Allah dalam karya keselamatan, Maria ditinggikan oleh
Tuhan mejadi Ratu alam semesta, sebagaimana diajarkan oleh Konsili Vatikan II “
Akhirnya Perawan tak bernoda yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa
asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat
melalui kemuliaan di sorga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh
Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai
Puteranya, Tuan di atas segala tuan (Why.19:16) yang telah mengalahkan dosa dan
maut.(Lumen Gentium 59).
Refleksi
Keterlibatan
Bunda Maria dalam karya keselamatan sebagai Bunda Allah dan mitra kerjasama
memperlihatkan kepada kita kesetiaan Maria yang luar biasa. Imannya yang sejak
ia berkata “ Jadilah padaku menurut perkataanmu”, tidak surut oleh waktu dan
penderitaan hingga akhirnya ia duduk di kaki salib Putranya. Inilah suatu model
penghayatan iman yang sempurna; suatu teladan bagi kita. Sejak kita beriman
akan Kristus, sejak itu pula kita sesungguhnya diajak untuk menghayatinya
hingga sampai pada akhir hidup kita, tanpa lengkang oleh waktu dan penderitaan
yang kita alami. Dalam bahasa gaul barangkali kita berkata “sekali katolik
tetap katolik”.
Keterlibatan
Bunda Maria dalam karya keselamatan sebagai mitra kerja Allah dan buah-buah
yang diterima sebagai pribadi yang menghayati persatuan dengan Kristus,
sehingga ia dimuliakan oleh Kristus, diangkat ke surga dan menjadi Ratu sorga
serta menjadi Bunda Gereja, ibu bagi kaum beriman, harus menjadi kekokohan kita
memberi penghormatan kepadanya. Akan tetapi apakah penghormatan kita semacam
ini juga nampak dalam perayaan liturgis yang dengannya Bunda Maria dirayakan?
Bisa jadi perayaan-perayaan itu mungkin kurang mendapat perhatian secukupnya
oleh kita. Mari BKMM kita khususnya hari ini kita jadikan kesempatan memompa
penghormatan kita kepada Bunda Maria, utamanya kalau semangat kita gembos.
***********
O,
Maria Bunda Allah, dengan rendah hati dan penuh iman engkau menjalani tugas
bersama Putramu untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa.
Kini
Allah menganugerahi engkau
sebagai
Hawa Baru yang membawa kehidupan dan menjadi pengantara segala rahmat.
Atas
jasa pengorbanmu, Allah memuliakan engkau dengan mengangkat jiwa dan ragamu ke
sorga, menjadi Ratu sorga dan Bunda kaum beriman,Bunda Gereja yang kudus.
Terpujilah
engkau Maria Bunda kami semua.
Amin.
MENGENAL KEINDAHAN HATI
BUNDA MARIA
BUNDA MARIA
Senin, 13 Oktober 2014
___________________________________________
Mungkin
tidak satu pun di antara kita yang tidak tertarik kepada keindahan, terlebih
keindahan hati. Meskipun tidak kasat mata, keindahan hati bisa dialami dan
dirasakan. Orang yang memiliki keindahan hati, ia memancarkan daya pesona baik
dalam perkataan, perbuatan bahkan tatapan mata, meskipun barangkali tidak
memiliki keindahan fisik. Orang merasa tertarik berbicara dengannya.
Perkataannya selalu memberikan kekuatan, semangat, penghiburan, peneguhan
bahkan sekalipun bersifat kritik, perkataannya tidak menyakitkan malahan terasa
mendorong orang bangkit dari kesalahan, kekurangan dan keterperosokan.
Keindahan hati semacam ini hanya bermuara agar segalanya menjadi baik, berkenan
kepada Allah.
Hati Bunda Maria
Bunda Maria memiliki hati yang luar biasa. Sejak ia
menerima kabar suka cita dari malaekat Gabriel, keindahan hatinya mula
terpancar dari perkataannya; ““Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; Jadilah padaku
menurut perkataanmu itu”.(Lk.1:36) Inilah keindahan hati yang terpancar dalam
perilaku sikap rendah hati, dalam penyerahan diri, siap menjadi Bunda Yesus,
sekalipun ia tidak mengerti bagaimana semuanya akan terjadi. Inilah iman yang
bergantung pada Allah yang tidak menuntut apapun, selalu “jadilah padaku
menurut perkataanmu”, bukan jadilah padaku menurut perkataku.
Keindahan
Bunda Maria juga terpancar dalam kunjungan kepada Elisabeth saudaranya yang
sedang mengandung bulannya yang keenam. Bagi Bunda Maria kunjungan merupakan
panggilan jiwa, panggilan kasih, panggilan persaudaraan. Keindahan Bunda Maria
juga terlihat pada kesiapannya mengandung, melahirkan Yesus putranya,
mengungsikan dari bahaya yang mengancam-Nya, mengasuh, membesarkan, dan
mengajak menghadap Bapa-Nya dalam Bait Allah serta setia menyertai Putranya di
jalan penderitaan hingga sampai di kaki salib-Nya. Keindahan Bunda Maria
terpancar pada rasa belaskasih kepada orang yang berada dalam kesulitan, dan
membawanya kesulitan itu kepada Putranya Yesus, agar Yesus ikut mengatasinya.
Keindahan Bunda Maria tidak bisa kita ragukan lagi. Ia memilikinya.
Gereja mengakui dan mengimani, Bunda Maria memiliki
keindahan hati yang luar biasa, karena berasal dari keterlibatannya terhadap
rencana keselamatan Allah. Oleh karena itu Gereja dengan rendah hati dan penuh
kegembiraan menghormatinya sebagai Bunda Allah, Bunda Perawan yang dikandung
tanpa noda dosa asal, Bunda yang setia melakukan tugasnya, Bunda yang memiliki
persatuan dengan Kristus secara sempurna, kesempurnaan yang mirip dengan
Kristus sendiri. Ia memperoleh kemuliaan Allah, diangkat ke sorga jiwa dan
raganya, dan menjadi Ratu sorga, Ratu semesta alam. Akhirnya Bunda Maria
dianugerahi gelar kehormatan sebagai Bunda umat beriman, Bunda Gereja yang
kudus, Bunda kita semua. Semua gelar kehormatan ini berasal dari keindahan hati
Maria yang terpancar pada saat menjalanan tugasnya sebagai Bunda Yesus, Bunda
Penebus kita.
Refleksi
Kita
memang bukan Bunda Maria. Tetapi keindahan hati Maria bisa menjadi keindahan
hati kita. Keindahan hati Maria adalah keindahan hati yang lahir dan dihidupi
oleh sabda Tuhan, oleh iman akan Allah dan kesetiaan yang tak pernah surut
sejak dalam mengikuti penderitaan Putranya.
Oleh karena itu kita bertanya : apakah kita juga merasa memiliki
keindahan keindahan hati seperti Maria? Apa yang bisa kita teladani dari Bunda
Maria agar hati kita memiliki keindahan yang bisa memancar kepada banyak orang? Atau
sebaliknya kita sama sekali tidak memiliki keindahan, pun pula hati?
************
O,
Bunda Maria, ratu yang mulia,
Betapa
luhur dan indah hatimu
Dengan
penuh kasih engkau memangku Putramu dan dengan penuh kasih juga engkau
menyertai hidup-Nya sampai di Kalvari.
Bunda
Maria berilah keindahan hatimu kepada kami
Agar
kami juga bisa memangku Tuhan Yesus dalam hidup kami, sampai ajal kami
menjemputnya.
Mengapa kalian begitu memuja dan menyembah Maria? Mereka hanya manusia dan bukan Nabi, bukankah itu menjadi tindakan melanggar 10 perintah Allah? menduakan Allah? bahkan kalian menyembah patung-patung?
ReplyDelete@bodreks santo : Terimakasih atas pertanyaannya. Ada perbedaan antara menghormati dan menyembah. Menghormati tidak berarti menyembah sebagaimana itu kita lakukan kepada orangtua kita. Perintah 10 Allah juga menempatkan penghormatan kepada orangtua sebagai suatu keharusan. Tetapi menyembah hanya diberikan kepada Allah. Coba baca 10 perintah Allah dalam Kitab Keluaran 20: 1 -17 atau dalam Kitab Ulangan 5: 1 – 21. Akan tetapi perlu dicatat bahwa menyembah kepada Allah berarti juga menghormati.
ReplyDeleteMaka tak pernah dibenarkan menggunakan kata menyembahkan dimaksudkan untuk manusia. Hanya kepada Allah menyembah dan menghormati itu berlaku. Kepada manusia hanya berlaku menghormati.
Bagaimana dengan Maria. Orang katolik tak pernah menyembah Maria, hanya kepada Tri Tunggal Maha Kudus, orang katolik menyembah. Kepada Maria berlaku menghomarti, disamping Maria adalah ciptaan Allah (manusia), juga karena perannya sebagai Bunda Allah dalam sejarah keselamatan Allah. Hal ini pernah diajarkan oleh St. Cyril dari Aleksandria pada Konsili Efesus (431) Sebelumnya St. Epiphanus (403) juga telah menyinggung perbedaan antara penghormatan dan penyembahan. Ia mengajarkan “ Maria harus dihormati, tetapi Allah Bapa Putra dan Roh Kudus harus disembah. Jadi jelas bahwa orang katolik tidak menyembah Maria. Orang katolik hanya menghormati Maria. Menyambung soal nabi, tak pernah dibenarkan orang katolik menyembah nabi, karena ia adalah manusia. Maka kalau statement anda bahwa nabi disembah, anda keliru. Demikian jawaban kami.