IMAM SEBAGAI PELAYAN LITURGI
Renungan BKL 08 Mei 2014
Tugas utama para imam
adalah memimpin perayaan Ekaristi (Presbiterorum
Ordinis Art. 13) Tugas ini berasal dari tahbisan suci yaitu tahbisan imamat
yang diterimanya. Ketika seseorang ditahbiskan menjadi imam maka tugas memimpin
perayaan Ekaristi tidak boleh ditinggalkan apalagi dilupakan. Sebagai Imam, ia
harus menghadirkan Kristus dalam Gereja, membimbing umat atas nama Kristus
dengan Sabda dan rahmat ilahi, mewartakan kabar baik, melaksanakan penggembalaan dan perayaan ibadat.
Untuk
tugas sebesar itu Kristus senantiasa hadir mendampingi para imam, terutama
dalam kegiatan liturgi, seperti Misa Kudus. Ketika para imam memimpin Misa
Kudus, Kristus hadir dalam korban Misa, bukan hanya dalam rupa roti anggur
tetapi juga dalam pribadi imam, Sang pelayan, karena dia (imam) yang
mempersembahkan diri melalui pelayanan imam sama saja dengan DIA yang ketika
itu mengorbankan diri di kayu salib. ( Kontitusi Liturgi art. 7) Maka
sesungguhnya tidak ada alasan untuk tidak mengikuti perayaan Ekaristi, hanya
karena orang tidak senang dengan Romonya.
Yang
terakhir ini mari kita renungkan lebih dalam. Kalau kita menyadari makna imam
sebagai pelayan liturgi yang pada hakeknya adalah Dia yang mengorbankan diri di
kayu salib, maka seharusnya kita bisa
membedakan antara Romo yang sedang mengetik surat dengan Romo yang sedang memimpin
perayaan Ekaristi, sekalipun Romonya sama. Tak pernah dibenarkan kita memiliki
sikap " pokoknya kalau Romo itu saya tidak suka". Kalau demikian kita
telah tenggelam dalam urusan pribadi, suka tidak suka, tetapi tidak tenggelam
dalam urusan Kristus yaitu kasih mengasihi. Sudah bisa dibayangkan kehadiran
Kristus dalam perayaan Ekaristi akan diabaikan, karena orang gak bisa
membedakan. Ia akan mencari Romo yang ia senangi atau sekurang-kurangnya bukan
Romo itu untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sekarang bagaimana dengan kita? Ini
pertama.
Kedua, menurut Konstitusi Liturgi (art. 7), kehadiran
Kristus sesungguhnya bukan hanya dalam pribadi imam atau dalam rupa roti
anggur, tetapi juga hadir dalam sabdaNya, karena Ia sendirilah yang berbicara
ketika di dalam Gereja Kitab Suci dibacakan. Ia juga hadir sementara Gereja
memohon dan bermazmur karena Ia sendiri berjanji: bila dua atau tiga orang
berkumpul dalam namaKu, di situlah Aku berada di antara mereka (Mat. 18: 28) Ini
artinya Kristus itu hadir dalam setiap petugas liturgi apakah itu putra-putri
altar, para lektor, para komentator, dan para anggota paduan suara. Maka mereka
itu hendaknya menunaikan tugas dengan saleh, tulus dan seksama (KL. Art. 29)
Amanat
konstitusi ini tentu saja harus menyadarkan kita (para petugas) bahwa mereka itu
menjadi sarana kehadiran Allah di tengah umat. Maka konsekwensinya mereka harus
menjaga penampilan saat bertugas dalam liturgi, sehingga umat merasa tersapa
oleh Allah. Kalau penampilannya tidak hormat, "plotat-plotot" ke sana
kemari, tentu akan mempengaruh umat malah mungkin menjadi batu sandungan bagi umat
yang ingin tersapa oleh Allah. Karena itu semua itu perlu persiapan terutama
persiapan rohani disamping persiapan teknis. Sekarang kita juga bertanya
khususnya bagi para petugas: apakah dalam menjalankan tugas liturgi, kita memang sungguh-sungguh bisa membawa diri
dengan baik, sehingga bukan saja liturgi berjalan dengan khidmat, tetapi juga
umat merasa gembira karena getaran ilahi menghinggapi mereka oleh dan karena
pelaksanaan tugas kita?
Dua hal ini mari kita renungkan lebih lanjut agar bukan saja kita menyadari makna dan hakekat imam sebagai
pelayan liturgi, tetapi juga petugas-petugas lain.
0 comments:
Post a Comment