Wednesday, 7 May 2014

Renungan BKL 08 Mei 2014

IMAM SEBAGAI PELAYAN LITURGI
Renungan BKL 08 Mei 2014
          Tugas utama para imam adalah memimpin perayaan Ekaristi (Presbiterorum Ordinis Art. 13) Tugas ini berasal dari tahbisan suci yaitu tahbisan imamat yang diterimanya. Ketika seseorang ditahbiskan menjadi imam maka tugas memimpin perayaan Ekaristi tidak boleh ditinggalkan apalagi dilupakan. Sebagai Imam, ia harus menghadirkan Kristus dalam Gereja, membimbing umat atas nama Kristus dengan Sabda dan rahmat ilahi, mewartakan kabar baik, melaksanakan  penggembalaan dan perayaan ibadat.


          Untuk tugas sebesar itu Kristus senantiasa hadir mendampingi para imam, terutama dalam kegiatan liturgi, seperti Misa Kudus. Ketika para imam memimpin Misa Kudus, Kristus hadir dalam korban Misa, bukan hanya dalam rupa roti anggur tetapi juga dalam pribadi imam, Sang pelayan, karena dia (imam) yang mempersembahkan diri melalui pelayanan imam sama saja dengan DIA yang ketika itu mengorbankan diri di kayu salib. ( Kontitusi Liturgi art. 7) Maka sesungguhnya tidak ada alasan untuk tidak mengikuti perayaan Ekaristi, hanya karena orang tidak senang dengan Romonya.

          Yang terakhir ini mari kita renungkan lebih dalam. Kalau kita menyadari makna imam sebagai pelayan liturgi yang pada hakeknya adalah Dia yang mengorbankan diri di kayu salib,  maka seharusnya kita bisa membedakan antara Romo yang sedang mengetik surat dengan Romo yang sedang memimpin perayaan Ekaristi, sekalipun Romonya sama. Tak pernah dibenarkan kita memiliki sikap " pokoknya kalau Romo itu saya tidak suka". Kalau demikian kita telah tenggelam dalam urusan pribadi, suka tidak suka, tetapi tidak tenggelam dalam urusan Kristus yaitu kasih mengasihi. Sudah bisa dibayangkan kehadiran Kristus dalam perayaan Ekaristi akan diabaikan, karena orang gak bisa membedakan. Ia akan mencari Romo yang ia senangi atau sekurang-kurangnya bukan Romo itu untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sekarang bagaimana dengan kita? Ini pertama.

          Kedua,  menurut Konstitusi Liturgi (art. 7), kehadiran Kristus sesungguhnya bukan hanya dalam pribadi imam atau dalam rupa roti anggur, tetapi juga hadir dalam sabdaNya, karena Ia sendirilah yang berbicara ketika di dalam Gereja Kitab Suci dibacakan. Ia juga hadir sementara Gereja memohon dan bermazmur karena Ia sendiri berjanji: bila dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situlah Aku berada di antara mereka (Mat. 18: 28) Ini artinya Kristus itu hadir dalam setiap petugas liturgi apakah itu putra-putri altar, para lektor, para komentator, dan para anggota paduan suara. Maka mereka itu hendaknya menunaikan tugas dengan saleh, tulus dan seksama (KL. Art. 29) 

          Amanat konstitusi ini tentu saja harus menyadarkan kita (para petugas) bahwa mereka itu menjadi sarana kehadiran Allah di tengah umat. Maka konsekwensinya mereka harus menjaga penampilan saat bertugas dalam liturgi, sehingga umat merasa tersapa oleh Allah. Kalau penampilannya tidak hormat, "plotat-plotot" ke sana kemari, tentu akan mempengaruh umat  malah mungkin menjadi batu sandungan bagi umat yang ingin tersapa oleh Allah. Karena itu semua itu perlu persiapan terutama persiapan rohani disamping persiapan teknis. Sekarang kita juga bertanya khususnya bagi para petugas: apakah dalam menjalankan tugas liturgi,  kita memang sungguh-sungguh bisa membawa diri dengan baik, sehingga bukan saja liturgi berjalan dengan khidmat, tetapi juga umat merasa gembira karena getaran ilahi menghinggapi mereka oleh dan karena pelaksanaan tugas kita? 

          Dua hal ini mari kita  renungkan lebih lanjut agar bukan saja kita menyadari makna dan hakekat imam sebagai pelayan liturgi, tetapi juga petugas-petugas lain.

0 comments:

Post a Comment