22 pelajaran bijak dari seorang ibu
22/12/2014
Hari ini tanggal 22 Desember kita merayakan Hari Ibu, sebuah
momentum yang khusus didedikasikan untuk mengingat secara bersama
terhadap pengtingnya peran seorang ibu baik dalam keluarga –untuk suami
dan anak-anak- maupun lingkungan sosial.
Seorang ibu memiliki peran yang sangat penting kehidupan kita, bagi
Anda dan saya. Akan tetapi setiap orang tentu saja mengalami peran
seorang ibu secara berbeda-beda, namun tidak bisa disangkal bahwa
seorang ibu menjadi determining factor (faktor penentu) dalam kehidupan seseorang di masa yang akan datang.
Dalam tulisan ini saya sesungguhnya tidak membesar-besarkan peran ibu
saya. Akan tetapi mengangkat ke permukaan dampak positif dari apa
yang sudah dilakukan oleh ibu dalam kehidupan kita tidak hanya sebagai
bentuk apresiasi, tapi sekaligus mengingatkan para ibu bahwa peran
mereka sangat besar, agar mereka tidak main-main dengan status sebagai
ibu.
Ibu saya meninggal hampir 17 tahun yang lalu. Namun teladan beliau
tetap dalam ingatan saya. Hal-hal yang akan anda simak hanyalah sebagian
dari hal-hal besar yang sudah ditunjukkan oleh ibu kepada kami.
Tidakkah seorang ibu yang sudah melahirkan 10 orang anak layak untuk
sebut sebagai orang yang hebat? Tentu saja layak.
Saya yakin anda juga mengalami hal yang sama. Mudah-mudahan apa yang
saya tulis di sini menyalakan kembali kenangan anda bersama ibu anda.
Ibu saya mengajarkan 22 hal ini, bagaimana dengan ibu anda?
1. Agar selalu mencari Tuhan
Hal paling mendasar yang diajarkan ibu kepada kami 10 bersaudara
adalah agar selalu mengutamakan Tuhan di atas hal-hal yang lain. Dulu,
pergi ke gereja pada hari Minggu dan hari raya lain merupakan kewajiban
bagi kami semua. Bagi orang tua kami takut akan Tuhan adalah kewajiban,
dan takut akan hantu atau roh jahat adalah pilihan. Pesannya adalah
untuk mendahulukan Tuhan dan segala sesuatu yang lain pasti akan bisa
ditambahkan.
2.Selalu bersyukur
Segala sesuatu muncul dalam kehidupan bukan karena kebetulan tetapi
karena kemurahan Tuhan. Ibu dan bapak selalu mengajarkan agar kami
selalu bersyukur karena tidak semua orang mendapatkan apa yang kami
dapat.
3. Mengakui kesalahan
Dulu kami mendapat pembagian tugas yang sangat jelas misalnya untuk
memasak, menimba air, mencuci piring, memberi makan kuda, menjaga padi
ketika sudah menguning, atau mengairi sawah sepulang sekolah. Tapi waktu
itu seringkali tidak dijalankan secara penuh dan kami berdalih bahwa
terjadi sesuatu sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan. Ibu hanya
selalu mendesak agar kami jujur dan mengakui kesalahan, karena berkata
tidak jujur mempunyai dampak berantai
.
4.Meminta maaf dan memaafkan
Kami sepuluh bersaudara, dan seringkali hal-hal kecil bisa
menyebabkan terjadinya keributan besar. Ibu selalu mencaritahu siapa
yang memulai terlebih dahulu, maka dialah orang yang harus meminta
maaf. Sebaliknya yang menjadi ‘korban’ harus memaafkan. Meminta maaf
dan memaafkan memang terasa berat, akan tetapi itu merupakan nilai yang
harus ditanamkan.
5.Kalau menolong orang jangan setengah-setengah
Ibu saya seorang yang sangat murah hati. Tetapi kadang kala kemurahan
hati itu menyakitkan buat anak-anaknya. Suatu ketika ada tetangga
sekampung yang datang meminta beras. Saat itu beras tinggal sedikit. Ibu
langsung saja memberikan semuanya kepada orang itu, sedangkan kami
hanya makan jagung. Ibu bilang,”Tadi pagi kan kita makan nasi. Ibu tadi
itu belum makan sama sekali. Kita tidak akan mati kalau makan jagung.”
Selanjutnya ibu berkata begini,”Kalau mau dikenang sebagai orang
baik, berikan yang terbaik.” Ini selalu menjadi tantangan, bukan?
6.Maksimalkan talenta
Waktu saya masih di tingkat Sekolah Dasar ibu saya membaca bahwa saya
mempunyai bakat seni hanya karena saya bisa menyanyi lagu Di Pucuk
Pohon Cemara yang disinkronkan dengan bunyi piring, gelas, botol, dan
ember. Ibu pun berpesan agar kami selalu menemukan potensi dalam diri
kami dan harus selalu dikembangkan demi mencapai hidup yang lebih baik,
untuk memuji Tuhan dan membahagiakan orang lain.
7.Memberi tanpa imbalan
Ini ada hubungannya dengan poin sebelumnya. Memberi jika mengharapkan
imbalan, bukanlah memberi, melainkan berdagang. Kita diberikan talenta
oleh Tuhan dan hendaknya itu dibagikan kepada orang lain sehingga dunia
ini menjadi tempat yang lebih baik bagi semua orang.
8.Hormati bapak dan ibu guru
Bapak saya adalah seorang guru. Ibu saya melihat guru sebagai orang
yang patut dihargai, karena guru menjalankan fungsi ganda di masyarakat,
baik sebagai pengajar maupun sebagai pemimpin masyarakat. Ibu saya
sangat menghormati guru, bukan saja karena suaminya seorang guru, tapi
lebih karena guru mengajarkan kerja keras, kesederhanaan, ketekunanan,
kedisiplinan, komitmen pada ilmu pengetahuan dan dan teladan semangat
hidup tinggi. Dengan ini pula ibu menekankan bahwa pendidikan sangat
penting dan guru adalah pencerah masa depan anak-anaknya.
9. Berteman dengan orang berkisap positif
Ibu saya sering mengingatkan kami agar jangan berteman dengan si A
karena dia suka berkelahi atau jangan selalu mengunjungi rumah si B
karena dia memiliki ilmu hitam. Para motivator di jaman modern pun
member pesan serupa, karena sikap kita juga ditentukan oleh orang-orang
dengan siapa kita bergaul. Kalau bergaul dengan orang yang selalu
berpikir positif, kita juga akan ketularan semangat positif itu.
10.Kerja keras dan mencintai pekerjaan
Ayah dan ibu saya termasuk pekerja keras. Setipa kali pulang sekolah,
bapak langsung pergi ke kebun. Ibu juga demikian. Meskipun bisa
membayar orang untuk bekerja, tapi bapak dan ibu senang bekerja di
sawah. Intinya adalah kerja keras untuk mencapai apa yang diinginkan.
11.Uang harus selalu dari hasil kerja
Dulu untuk mendapatkan uang dari ibu, kami harus bekerja terlebih
dahulu. Uang tidak diberikan secara cuma-cuma, tetapi melalui kerja
keras. Hanya ada dua sumber duit: dari mengikuti perintah orang tua dan
dari kemurahan orang tua. Jika ada orang yang ingin memberi duit harus
ditolak. Mengapa demikian? Karena ibu ragu uang diberikan karena
kemurahan orang atau karena diminta. Itu melanggar poin 8 di atas.
Intinya adalah uang harus diperoleh secara halal, bukan dengan mencuri.
12.Tidak boleh cepat puas diri
Hidup adalah pembelajaran dan karena itu harus selalu terbuka untuk
belajar dari orang lain, untuk berubah, dan terbuka terhadap kritikan.
Ketika menerima rapor ketika masih SD, SMP dan SMA, ibu selalu memacu
untuk belajar lebih tekun lagi dan tidak boleh puas dengan angka yang
sudah didapat.
13. Keluarga selalu menjadi ‘Ring One’
Saya masih ingat setiap akan keluar rumah ibu selalu menasihati saya
untuk menjaga adik. Ya, meskipun waktu itu tidak berjalan normal karena
kami juga seringkali berkelahi, namun pesan itu intinya menekankan bahwa
keluarga adalah di atas segalanya. Keluarga harus menjadi lingkaran
nomor satu (ring one) dalam situasi apapun.
14.Setia kepada pasangan hidup
Orang tua jaman dulu memang tidak pernah menyebutkan secara eksplisit
apa itu cinta atau soal hubungan suami dan istri. Tapi kesetiaan bapak
dan ibu kepada satu sama lain memberikan teladan yang tidak perlu
digembar-gemborkan dengan kata-kata. Setia sampai mati, begitu kira-kira
maksudnya. Dan itu ditunjukkan ibu saya sampai dia meninggal Februari
1997.
15.Dalam keluarga, uang bukan segala-galanya
Seperti lagu The Beattles “Money can’t buy me love” demikian juga
orang tua saya jarang sekali mempermasalahkan uang. Uang ditempatkan
pada posisi yang sebenarnya, hanya sebagai sarana, bukan tujuan hidup
berumah tangga. Saya tidak pernah mendengar bapak dan ibu bertengkar
gara-gara uang. Waktu itu memang uang tidak banyak, tapi barangkali cara
berpikir mereka sederhana saja: asalkan tidak kekurangan beras dan
jagung untuk makan setiap hari, dan hidup tetap bahagia.
16.Jangan lebih besar pasak daripada tiang
Orang tua saya selalu mengatur keuangan dengan baik. Karena jumlah
uang sangat terbatas, orang tua saya pun mengelolanya dengan sangat
baik. Dan mereka tidak pernah mengeluh soal duit. Yang saya petik dari
itu semua adalah agar hidup tidak boleh lebih besar pasak daripada tiang
atau hidup hemat. Ini menjadi tantangan ketika harus hidup di kota
besar seperti Jakarta, di mana segala sesuatu tersedia dengan kemasan
iklan yang sangat menggoda.
17.Beda pendapat boleh, asal jangan KDRT
Orang tua saya juga sering bertengkar hebat karena perbedaan
pendapat. Bukankah itu lumrah dalam kehidupan bersama atau berkeluarga?
Namun yang menakjubkan adalah orang tua saya menyikapi perbedaan
pendapat itu secara wajar. Suami dan istri boleh berbeda pendapat
(bertengkar) tapi tidak boleh sampai terjadi kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT).
18.Jangan menyerah pada kesulitan
Hidup di dunia ini tidak mudah. Ada banyak tantangan yang harus
dihadapi. Kualitas hidup kita akan ditentukan oleh bagaimana cara kita
menyikapi tantangan itu. Jika berhasil melewati rintangan hidup dengan
cara yang manusiawi, cara yang bijak, maka kita akan menjadi orang-orang
hebat.
19.Jujur dalam segala hal
Belakangan saya mengenal pepatah ‘kejujuran adalah kebijaksanan
terbaik.” Ibu saya sudah menunjukkannya terlebih dahulu dengan menjalani
kehidupan yang jujur, sederhana, dan tidak ada poles memoles baik fisik
maupun tingkah laku. Kejujuran bukan sebuah tutur kata, tapi karakter
yang bisa ditunjukkan setiap saat, bahkan ketika keadaan sangat sulit.
Kejujuran bukan sekadar tidak berbohong.
20.Jangan jadi orang murahan
Kedua orangtua saya sangat tegas berkaitan dengan kualitas hidup.
Bagi mereka pembentukan karakter anak-anak menjadi prioritas. Karakter
adalah kepribadian seseorang yang dibentuk sejak kecil. Nilainya sangat
mahal dan semestinya tidak bisa ditukarguling dengan uang, ketenaran,
kekuasaan, atau seks. Ketegasan untuk tidak meminta-minta, untuk jujur,
terbuka, dll adalah pembentukan karakter.
21.Menghargai orangtua
Ibu saya selalu menjaga hubungan yang baik dengan orangtuanya maupun
dengan orangtua ayah saya (mertua). Bagi ibu, tidak ada yang lebih indah
dari pada teladan kehidupan orangtua. Ini juga mengajarkan kepada saya
bahwa dan juga generasi muda untuk tidak serta merta mencap orangtua
sebagai kuno, jadul, dan kurang pergaulan. Semuanya ada zamannya,
semuanya indah pada waktunya.
22.Selalu optimis
Bapak dan ibu saya adalah orang yang disiplin dan tegas. Namun mereka
juga ingin agar anak-anak mereka menjadi mandiri. Ketika saya harus
meninggalkan rumah untuk tinggal di asrama –yang diijinkan pulang hanya
dua kali setahun- mereka tidak ikut mengantar. Saya hanya ingat waktu
itu ibu berkata,” Kamu pasti bisa.” Kata-kata itu menumbuhkan semangat
optimis dalam diri saya.
Bagaimana menurut Anda? Apakah anda juga menemukan hal yang
sama dalam diri ibu anda? Silahkan menambahnya dalam kolom komentar di
bawah ini.
SELAMAT HARI IBU
Siktus Harson adalah editor ucanews.com. Beliau dapat dihubungi melalui email sixharson@gmail.com
Sumber: Ucannew.com
0 comments:
Post a Comment