Thursday, 15 May 2014

Pertemuan Lingkungan ke-15


PERTEMUAN LINGKUNGAN
ST. MONICA
KAMIS 15 MEI 2014
__________________________________  


Pertemuan Lingkungan ke-15 Kamis, 15 Mei 2014 dilaksanakan di rumah Bp. Budiman Susanto, Karangnongko. Renungan BKL dan doa Rosario dipandu oleh Bp.Luddy, lagu oleh Br. Hendrik. Hadir dalam pertemuan itu 19 orang.

Dalam renunganya Bp. Luddy mengajak kita untuk melihat pengalaman mengikuti Misa inkulturasi. Menurutnya Misa inkulturasi memang mempunyai tujuan mulia tapi juga membawa serta berbagai pertanyaan, seperti penggantian anggur oleh air. Apakah hal ini bisa dibenarkan atau tidak? Aturan Gereja sangat jelas bahwa hal itu memang tidak pernah dibenarkan. Tapi bagaimana dalam situasi yang sangat darurat, situasi yang tidak memungkinkan untuk adanya anggur?

Dalam sharing pengalaman, hal yang sama juga dirasakan pada Misa inkulturasi perayaan tahun Imlek, di mana warna merah mendominasi suasana perayaan Ekaristi bahkan termasuk pakaian liturgi Romo. Pada hal warna liturgi pada saat perayaan Ekaristi itu berwarna putih. Apakah pakaian liturgi Romo boleh diganti dengan warna merah? Inilah persoalan-persoalan yang muncul di seputar  inkulturasi di bidang liturgi. Ditengarai memang ada Romo-romo yang kurang memperhatikan azas liturgi seperti disampaikan dalam Instruksi Liturgi Romawi dan Inkulturasi yang diterbitkan oleh Tahta Suci. Yang penting tujuannya tercapai seperti dilakukan oleh Romo-romo Sarikat Yesus yang dikesan oleh umat sangat longgar dan pramagtis (hal-hal yang kurang menyenangkan umat disingkirkan) serta hemat waktu, dari pada Romo- Romo Sekulir yang lebih setia pada aturan liturgi sekalipun terkesan panjang waktu dalam merayakan perayaan ekaristi. Di Filipina Misa inkulturasi sangat berbeda dengan kita di Indonesia, walau tidak jelas dalam arti penyelewengan penggunaan unsur-unsur budaya atau tidak,  melainkan suasana Misa terasa sangat tidak seperti di Indonesia. Umat hampir tidak sepenuhnya mengikuti Misa, karena tempat-tempat duduk mereka yang sedang komuni segera diisi oleh umat lain mengingat jumlah umat yang akan mengikuti Misa terlalu banyak. Hal ini membawa konsekwensi Misa diperpendek, agar umat terlayani.

Dalam sharing pengalaman disadari juga bahwa penyelenggaraan Misa Kudus tidak serta merta mengabaikan adat istiadat. Di Sumatera utara misalnya perayaan adat dimulai sebelum Misa Kudus berlangsung. Baru sesudah selesai perayaan adat, perayaan Misa Kudus dilangsungkan. Hal ini karena adat jauh telah ada sebelum kedatangan agama Kristen/Katolik. Inilah bentuk penghargaan terhadap adat. Meskipun demikian integrasi unsur-unsur budaya ke dalam Ekaristi tetap saja bisa dilakukan seperti penggunaan tari "Tor-Tor" dalam awal perayaan Ekaristi atau saat persembahan.

          Setelah selesai sharing pengalaman berkaitan dengan BKL dengan tema : "Macam-macam Inkulturasi" pertemuan dilanjutkan dengan doa Rosario, dan pengumuman dari Ketua Lingkungan tentang tempat pertemuan yang akan datang.

0 comments:

Post a Comment